Sunday, October 26, 2008

What's in a name?

Romeo Montague and Juliet Capulet meet and fall in love in Shakespeare's lyrical tale of "star-cross'd" lovers. They are doomed from the start as members of two warring families. Here Juliet tells Romeo that a name is an artificial and meaningless convention, and that she loves the person who is called "Montague", not the Montague name and not the Montague family. Romeo, out of his passion for Juliet, rejects his family name and vows, as Juliet asks, to "deny (his) father" and instead be "new baptized" as Juliet's lover. This one short line encapsulates the central struggle and tragedy of the play.

Cuplikan di atas menunjukkan betapa nama/nama keluarga cuma artifisial dan tidak berarti apa-apa buat mereka. Benarkah demikian?

Dibawah ini menunjukkan betapa nama/nama keluarga menjadi demikian penting dan sangat berarti buat setiap orang. Bisa dari pendekatan negatif dan positif.

Kita ketahui bersama bagaimana dalam kampanye pemilu Amerika, Barrack Obama dibuat sulit dengan nama tengahnya yang berbunyi ”Hussein” sehingga diplesetkan dia berasal dari Arab dan ada hubungan dekat dengan Sadam Hussein.

Setelah kejadian 911, betapa sulitnya orang-orang yang bernama ke-Araban (saya sengaja tidak menulis muslim, karena di Irak banyak warga non-muslim yang namanya beridentitas Arab) untuk berkunjung ke Amerika.

Nama keluarga menunjukkan keterkaitan mereka dengan nenek moyang/ identitas asal usul historis keluarga. Di Indonesia dan dunia umumnya penamaan seorang anak menjadi demikian penting hingga diperlukan persiapan luar biasa untuk bisa didapatkan nama anak yang bagus dan dibalik nama adalah ”doa”, dengan maksud agar sesuai dengan harapan orang tua kelak .

Buat daerah yang menganut patriakat biasanya menurunkan nama orang tua laki-laki kepada anak laki-lakinya dan juga terkadang kepada anak perempuannya sampai dia bersuami untuk memakai marga dari si suami. Ini bisa kita lihat pada kawan-kawan kita dari Suku Batak, Ambon, Menado dsb.

Suku Jawa dan Sunda tidak menurunkan nama marga Bapak kepada anak-anak lelakinya maupun ke anak perempuannya. Kalaupun ada yang memakai nama Bapaknya itu lebih kepada kebutuhan keterkaitan kepada orang tua ”yang sudah terkenal” untuk alasan-alasan tertentu.

Suku Minang(kabau) menganut matriakat sehingga nama suku diturunkan kepada anak-anak laki-laki dari suku ibunya dan dari ayah diturunkan gelarnya (sulit buat saya menjelaskan tentang maksud dari ”gelar” ini). Apakah menunjukkan derajat kebangsawanan atau apa?

Dalam menamakan anak, keluarga dari suku Minang ini boleh di bilang tidak ada pakem nya, apakah ini menunjukkan betapa ’urang awak” tidak terlalu mempermasalahkan ”sakral” nya penamaan seorang anak atau lebih kepada praktisnya saja. Buktinya banyak nama-nama ”urang awak”  yang sangat beragam hingga sulit di terka asalnya,  kalau tidak percaya check saja nama-nama di FB ini.

Contohnya ya saya sendiri lahir dan dibesarkan di Jakarta dan kedua orang tua asli dari Paris (Pariaman sekitarnya dan bersuku Chaniago bergelar Sutan) diberi nama Danil = God is my judge dan Hadi = nama orang Jawa pada umumnya dan sayapun tidak tahu artinya. Dalam beberapa literatur Al-Hadi itu adalah anak tertuanya Al-Mahdi.

Contoh berikutnya kawan saya yang asli Sum-Bar dan muslim bernama Christian N (saya tidak tulis penuh, karena belum minta izin). Nama akhirnya sangat kental Minang-nya. Dia sangat kerepotan dengan namanya karena kebetulan tidak sesuai dengan keyakinannya.

Bersyukur saya diberikan nama dengan 2 (dua) kata saja, saya tidak habis pikir buat kawan-kawan saya yang diberikan nama yang sangat panjang ada yang sampai 6 (enam) kata bahkan lebih. Betapa sulitnya mereka pada saat menuliskan namanya.

Selamat buat kawan-kawan asal Minang yang sudah mendapatkan identitas dari awal atas ke-Minangannya, bagi yang belum (masih krisis identitas) silahkan tambah gelar di depannya atau suku di belakang namanya....kalau berkenan tentunya.

From now on may I introduce my name:  Danil Hadi Chaniago....., gelar Sutan…! Keren kan…?

What's in a name?

 

No comments: